Manusia dan semua Harapan-nya

Manusia Dan Harapan

 

Memahami harapan dan asa adalah bentuk dasar dari keyakinan akan apa yang ingin dicapai dan apa yang akan berbuah di masa depan. Harapan umumnya dalam bentuk abstrak dan tidak terlihat, tetapi juga diyakini bahwa itu dapat dipikirkan dan disarankan untuk menjadi layak. Tapi terkadang harapan tergantung pada seseorang atau sesuatu.
         
             Bahkan, banyak orang yang berusaha memenuhi harapannya  dengan  berdoa atau berusaha. Harapan berasal dari kata harap yang berarti sesuatu yang akan terjadi atau sesuatu yang akan terjadi atau sesuatu yang belum tercapai. Sementara harapan itu sendiri berarti sesuatu yang harus dipegang teguh di hati semua orang yang datang, itu adalah hadiah dari Tuhan yang tercetak dan tak terlukiskan. Yang memiliki harapan atau keinginan adalah hati. Kehilangan harapan adalah keputusasaan. Dan agar harapan menjadi kenyataan, seseorang harus percaya pada diri sendiri, percaya pada orang lain, dan percaya pada Tuhan. Misalnya, Ani, seorang siswa yang rajin belajar  dengan harapan mendapat nilai A dalam ujian semester. Hal ini dilakukan dengan keyakinan bahwa  apa yang diharapkan akan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan harapan tersebut harus dibarengi dengan upaya-upaya yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
                
        Namun, tidak peduli seberapa keras anda mencoba, harapan itu tidak selalu menjadi kenyataan. Selama kita hidup, setiap orang selalu memiliki harapan. Terkadang orang yang tidak bisa memenuhi harapan mereka membawa ketidakseimbangan dalam hidup mereka. Hal ini dapat memanifestasikan dirinya dalam berbagai cara yang dapat melukai jiwa Anda, seperti putus asa, selalu berpikir, dan frustrasi. Ada baiknya melihat kesalahan yang dia buat sebagai pengalaman dan menyadari bahwa dia masih ingin berkembang. Ada berbagai cara bagi setiap orang untuk memuaskan keinginan mereka, baik  yang sah maupun  yang dilarang secara agama dan hukum.

             Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan pelanggaran dalam usahanya mencapai apa yang jadi harapnnya, misalnya: faktor lingkungan sosial, ekonomi, pendidikan, tidak adanya landasan iman yang kuat, kurang rasa percaya diri, dan kurang pendidikan mental.Semua itu dapat berakibat buruk pada diri seseorang. Beberapa pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbeda dengan "berpikir positif" yang merupakan salah satu caraterapi/proses sistematis dalam psikologi untuk menangkal "pikirannegatif" atau "berpikir pesimis".Kalimat lain "harapan palsu" adalah kondisi dimana harapan dianggap tidak memiliki dasar kuat atau berdasarkan khayalan sertakesempatan harapan tersebut menjadi nyata sangatlah kecil.

             Manusia dan Harapan dalam kehidupan manusia merupakan cita-cita, keinginan, penantian, kerinduan supaya sesuatu itu terjadi. Dalam menantikan adanya sesuatu yang terjadi dan diharapkan, menusia melibatkan manusia lain atau kekuatan lain di luar dirinya supaya sesuatu terjadi, selain hasil usahanya yang telah dilakukan atau ditunggu hasilnya. Jadi, yang diharapkan itu adalah hasil jerih payah dirinya dan bantuan kekuatan lain. Bahkan harapan itu tidak bersifat egosentris, berbeda dengan keinginan yang menurut kodratnya bersifat egosentris, usahanya ialah memiliki (Gabriel Marcel, 1889-1973). Harapan tertuju kepada “Engkau”, sedangkan keinginan kepada „Aku”. Harapan ditujukan kepada orang lain atau kepada Tuhan.

             Keinginan itu untuk kepentingan dirinya, meskipun pemenuhan keinginan itu melalui pemenuhan keinginan orang lain. Misalnya melakukan perbuatan sedekah kepada orang lain, oranglain terpenuhi keinginannya, yaitu kebahagian sewaktu berbuat baik kepada orang lain. Menurut macamnya ada harapan yang optimis dan harapan pesimistis (tipis harapan). Harapan yang optimis artinya sesuatu yang akan terjadi itu sudah memberikan tanda-tanda yang dapat dianalisis secara rasional, bahwa sesuatu yang akan terjadi bakalmuncul. Dan harapan yang pesimistis ada tanda-tanda rasional tidak bakal terjadi. Harapan itu ada karena manusia hidup.

                 Manusia hidup penuh dengan dinamikanya, penuh dengan keinginannya atau kemauannya. Harapan untuk setiap orang berbeda-beda kadarnya. Orang yang wawasan pikirannya luas, harapannya pun akan luas. Demikian pula orang yang wawasan pikirannya sempit, maka akan sempit pula harapannya. Besar-kecilnya harapan sebenarnya tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wawasan berpikir seseorang, tetapi kepribadian seseorang dapat menentukan dan mengontrol jenis, macam, dan besar-kecilnya harapan tersebut. Bila kepribadian seseorang kuat, jenis dan besarnya harapan akan berbeda dengan orang yang kepribadiannya lemah. Kepribadian yang kuat akan mengontrol harapan seefektif dan seefisien mungkin sehingga tidak merugikan bagi dirinya tau bagi orang lain, untuk masa kini atau untuk masa depan, bagi masa di dunia atau masa di akherat kelak. Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau bekerja kerasnya seseorang. Orang yang bekerja keras akan mempunyai harapan yang besar. Untuk memperoleh harapan yang besar, tetapi kemampuannya kurang, biasanya disertai dengan unsurdalam, yaitu berdoa.


              Harapan itu bersifat manusiawi dan dimiliki semua orang. Dalam hubungannya dengan pendidikan moral, untuk mewujudkan harapan perlu di wujudkan hal – hal sebagai berikut:
a. Harapan apa yang baik
b. Bagaimana mencapai harapan itu
c. Bagaimana bila harapan itu tidak tercapai.

Jika manusia mengingat bahwa kehidupan tidak hanya di dunia saja namun di akhirat juga, maka sudah selayaknya harapan manusia untuk hidup di kedua tempat tersebut bahagia. Dengan begitu manusia dapat menyelaraskan kehidupan antara dunia dan akhirat dan selalu berharap bahwa hari esok lebih baik dari pada hari ini, namun kita harus sadar bahwa harapan tidak selamanya menjadi kenyataan.

                Sebab manusia memiliki harapan menurut kodratnya manusia itu adalah makhluk sosial. Setiap lahir ke dunia ini langsung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga atau anggota masyarakat lainnya. Tak ada satu manusia pun yang luput dari pergaulan hidup. Ditengah manusia lain itulah seseorang dapat hidup dan berkembangfisik dan jasmani, serta mental dan spiritualnya.

                  Ada dua hal yang mendorong manusia hidup bergaul dengan manusia lain, yaitu :
- Dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
- Dorongon Kodrat

Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya: menangis, bergembira, berpikir, bercinta, berjalan, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk itu semua.Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan. Seperti halnya orang yang menonton pertunjukan lawak dengan harapan agar terhibur. Sang pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-bahak. Jika penonton tidak tertawa, berarti harapannya gagal dalam menghibur penonton.Kodrat juga terdapat pada binatang dan tumbuh-tumbuhan, karena binatang dan tumbuhan perlu makan, berkembang biak dan mati. Kodrat manusia mirip dengan kodrat binatang, tetapi biar bagaimanapun juga besar sekali perbedaannya. Perbedaan antara kedua mahluk itu, ialah bahwa manusia memiliki budi dan kehendak. Budi ialah akal, kemampuan untuk memilih. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, sebab bila orang akan memilih, ia harus mengetahui lebih dahulu barang yang dipilihnya. Dengan budinya manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, dan dengan kehendaknya manusia dapat memilih.

            Dalam diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan kemampuan untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bersama dengan manusia lain. Dengan kodrat ini, maka manusia mempunyai harapan. Dorongan Kebutuhan hidup sudah menjadi kodrat bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besamya dapat dibedakan atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Kebutuhan jasmaniah, misalnya makan, minum, pakaian, rumah. (sandang, pangan dan papan). Sedangkan kebutuhan rohaniah, misalnya kebahagiaan, kepuasan, keberhasilan, hiburan dan ketenangan.


            Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia harus bekerjasama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan karena kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik (jasmaniah) maupun kemampuan berpikimya. Kalaupun ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan, maka hal tersebut hanya berlaku dalam satu dua bidang tertentu. Tak seorang pun mampu dalam segala hal, terampil dalam segala hal, atau berbakat dalam segala hal. Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan, karena pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia itu,

              Abraham Maslow mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi 5 macam, yaitu:
a. Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival)
b. Harapan untuk memperoleh keamanan (safety)
c. Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being loving and love)
d. Harapan memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan(status)
e. Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self-actualization) 

             Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran. Maka jelaslah kepada kita, bahwa dasar kepercayaan itu adalah kebenaran. Ada jenis pengetahuan yang dimiliki seseorang, bukan karena merupakan hasil penyelidikan sendiri, melainkan diterima dari orang lain. Kebenaran pengetahuan yang didasarkan atas orang lainitu disebabkan karena orang lain itu dapat dipercaya.

                  Yang diselidiki bukan lagi masalahnya, melainkan orang yang memberitahukan itu dapat dipercaya atau tidak. Pengetahuan yang diterima dari orang lain atas kewibawaannya itu disebut kepercayaan. Makin besar kewibawaan yang memberitahu mengenai pengetahuan itu makin besar kepercayaan. Dalam agama terdapat kebenaran-kebenaran yang dianggap diwahyukan artinya diberitahukan oleh Tuhan - langsung atau tidak langsung kepada manusia. Kewibawaan pemberi kebenaran itu ada yang melebihi besarnya. Kepercayaan dalam agama merupakan keyakinan yang paling besar. Hak berpikir bebas, hak atas keyakinan sendiri menimbulkan juga hak ber agama menurut keyakinan. Dalam hal beragama tiap-tiap orang wajib menerima dan menghormati kepercayaan orang yang beragama itu.

                 Dasarnya ialah keyakinan masing-masing. Kepercayaan dan Usaha Meningkatkannya dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan itu dapat dibedakan atas kepercayaan pada diri sendiri kepercayaan pada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya pada diri sendiri pada hakekatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa percaya pada diri sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu mengerjakan yang diserahkan atau dipercayakan kepadanya. Kepercayaan kepada orang lain percaya kepada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru, atau siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya terhadap kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebenarannya.

                Ada ucapan yang berbunyi, orang itu dipercaya karena ucapannya. Misalnya, orang yang berjanji sesuatu harus dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang lain, apalagi membuat janji kepada orang lain. Kepercayaan kepada pemerintah berdasarkan pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya Prof.Ir, Poedjawiyatna, negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah dan memimpin bangsa manusia, atau setidak-tidaknya Tuhanlah pemilik kedaulatan sejati, karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua mengemban kewibawaan, terutama pengemban tertinggi, yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan olehTuhan, sebab langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan).Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat, (kewibawaan pun milik rakyat. Rakyat adalah negara, rakyat itu menjelma pada negara. Satu-satunya realitas adalah negara). Manusia sebagai seorang (individu) tak berarti. Orang mempunyai arti hanya dalam masyarakat, negara.

                Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang ada, kedaulatan mutlak pada negara, negara demikian itu disebut negara totaliter. Satu-satunya yang mempunyai hak ialah negara, manusia perorangan tidak mempunyai hak, ia hanya mempunyai kewajiban (negara diktator). Jelaslah bagi kita, baik teori atau pandangan teokratis ataupun demokratis negara atau pemerintah itu benar, karena Tuhan adalah sumber kebenaran. Karena itu wajarlah kalau manusia sebagai warga negara percaya kepada negara/pemerintah. Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Bagaimana Tuhan dapat menolong umatnya, apabila umat itu tidak mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada tali penghubung yang mengalirkan daya kekuatannya. Oleh karena itu jika manusia berusaha agar mendapat pertolongan dari padanya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat yang maha tinggi yang menciptakan alam semesta seisinya merupakan konsekuensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat tersebut.

                   Harapan dan cita-cita merupakan Impian yang disertai dengan tindakan danjuga di berikan batas waktu. Jadi jika kita bermimpi untuk menjadi seorang yang sukses, dokter, insinyur, arsitek, manager suatu perusahaan, atau mungkin presiden, kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh. Semua itu harus di sertai dengan tindakan, bukan hanya berandai-andai saja. Serta jangan lupa di berikan target waktu sehingga kita punya timeline kapan hal tersebut bisa diwujudkan. Dari kecil kita pasti dinasehati oleh orangtua, guru ataupun buku untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit. Semua itu memang benar karena dengan adanya cita-cita atau impian dalam hidup akan membuat kita semangat dan bekerja keras untuk menggapai kehidupan yang lebih baik di dunia. Cita-cita yang baik adalah cita-cita yang dapat dicapai melalui kerja keras, kreativitas, inovasi, dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung tidak logis dan bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk menghayal yang tidak-tidak. Dalam bercita-cita pun sebaiknya jangan terlalu mendetail dan fanatik karena kita bisa dibuat stres dan depresi jika tidak tercapai. Contoh adalah seseorang yang punya cita-cita jadi dokter. Ketika dia tidak masuk jurusan IPA dia stress, lalu gagal tes masuk jurusan kedokteran dia stres, dan seterusnya. Tidak semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa menentukan cita-cita, maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang berguna dan dicintai orang banyak dengan hidup yang berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar cita-cita kita bisa mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca atau melihat film motivasi hidup.
               

            Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antara harapan dan cita-cita terdapat persamaan, yaitu: keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat. Harapan dan doa orang yang berdoa bukan hanya sekadar sadar bahwa kekuatannya lemah, tetapi ada unsur keyakinan bahwa berdoa itu merupakan kewajiban. “Dan berfirman Tuhan kamu: Berdoalah kamu kepada-Ku. Juga Aku akan mengabulkan doamu” (QS. Gafir: 60).“Maka wajib atas kamu berdoa” (H.R. Turmidzi). Hal lain yang menyebabkan harapan disertai doa ialah karena kesadaran bahwa manusia itu lemah (QS. An-Nisa: 28). Kelemahan manusia itu, dilukiskan sebagai berikut.a. Manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian; hal yang penting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada di luar jangkauannya.

                    Dengan kata lain, manusia ditandai oleh ketidakpastian. Terbatasnya kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan untuk mempengaruhi kondisi hidupnya. Pada titik tertentu, kondisi manusia ada dalam kaitan konflik antara keinginan dan cita-cita dengan lingkungannya, yang ditandai oleh ketidakberdayaan. Manusia hidup bermasyarakat, yang ditandai dengan adanya alokasi teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, pembagian kerja,produksi, dan ganjaran. Manusia membutuhkan kondisi imperative (keterpaksaan), yaitu adanya suatu tingkat superordinasi atau subordinasi atau berbagai aturan dalam hubungan manusia.


                    Kemudian masyarakat berada di tengah-tengah kondisi kelangkaan, yang menyebabkan adanya perbedaan distribusi barang dan nilai. Dengan demikian timbullah deprivasi (perampasan) yang sifatnya relative. Dalam konteks “ketidakpastian” manusia ditunjukkan kenyataan semua usaha manusia bahwa, betapa pun ia merencanakan dengan baik dan melaksanakannya dengan seksama, ia tetap tidak terlepas dari kekecewaan. Dalam usahanya, manusia melibatkan emosi yang tinggi sehinggi kekecewaan ini akan membawa luka yang dalam. Dalam dunia teknologi modern pun, yang penuh dengan perhitungan, keberuntungan tetap merupakan suatu berkat dari ketidakpastian. Dalam konteks “ketidakmungkinan” ditunjukkan bahwa semua keinginan tidak dapat terkabul. Kematian, penderitaan, kecelakaan, dan seterusnya, itu semua menandai eksistensi manusia. Pengalaman manusia dalam konteks “ketidakmungkinan”membawanya ke luar dari situasi perilaku sosial dan batasan cultural dari tujuan dan norma sehari-hari. Resep-resep sosial dan kultural tidak memiliki kelengkapan total sebagai penyediaan “mekanisme” penyesuaian. Kedua hal ini menghadapkan manusia pada kondisi“titik kritis” dengan lingkungan perilaku sehari-hari yang berstruktur. Maka dari semua peristiwa ini, yang ada hanya “doa dan harapan”. Doa dan harapan pada hakikatnya merupakan proses hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan antara manusia dengan manusia. Proses hubungan ini lebih lanjut dapat diartikan memohon pertolongan, mengingat, meminta perlindungan, mendekatkan diri(silahturami dengan manusia, taqarrub dengan Tuhan).

Harapan terakhir hidup di dunia, manusia dihadapkan pada persoalan yang beragam baik itu masalah positif maupun negative. Untuk menghadapi persoalan hidup tersebut manusia perlu belajar dari manusia lainnya baik formal maupun informal agar memiliki kehidupan yang sejahtera menurut Aristoteles, hidup dan kehidupan itu berasal dari generation spontanea, yang berarti kehidupan itu terjadi dengan sendirinya. Kebutuhan manusia terbagi atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Ada yang dalam pandangan hidupnya hanya ingin memuaskan kehidupan duniawi namun juga ada yang sebaliknya. Terkait dengan tingkat kesadaran kehidupan beragama, manusia akan semakin yakin bahwa mereka akan mati. Dunia serba gemerlap hanya akan ditinggalkan dan akan hidup abadi di alam akhirat. Dengan pengetahuan serta pengertian agama tentang adanya kehidupan abadi di akhirat, manusia menjalankan ibadahnya. Ia akan menjalankan perintah Tuhan melalui agama, serta menjauhkan diri dari larangan yang diberikan-Nya. Manusia menjalankan hal itukarena sadar sebagai makhluk yang tidak berdaya di hadapan Tuhan. Kehidupan dunia yang sifatnya sementara dikalahkannya demi kehidupan yang abadi di akherat karena tahu bagaimana beratnya siksaan di neraka dan bagaimana bahagianya di surga. Kebaikan di surga yang abadi inilah yang merupakan harapan terakhir manusia.

 

 

 

Comments